LAYANAN DARURAT COVID-19
112
0813 8837 6955

Beranda > Artikel > Kisah Kita Bertahan di Setahun Pandemi

Kisah Kita Bertahan di Setahun Pandemi

Siti Sarah S.

05 Maret 2021

Satu tahun.

Dua kata itu akhir-akhir ini berputar dalam ingatan. Tidak hanya dalam ingatan satu orang, tapi juga banyak orang di seluruh dunia. Tidak seperti ulang tahun pada umumnya, peringatan satu tahun ini bukanlah selebrasi atau perayaan yang patut dibangga-banggakan. 

Pandemi sebuah penyakit yang disebut sebagai Covid-19 telah berlangsung satu tahun. Diawali pada 2 Maret 2020, ketika dua kasus pertama menyapa Indonesia. Sebagian orang panik dan mulai menyiapkan diri untuk karantina besar-besaran. Sebagian lainnya masih tak percaya dan semua berlangsung seperti biasa, seolah tidak ada yang perlu ditakutkan.

Kini setahun telah berlalu. Setiap menginjakkan kaki keluar rumah, orang-orang bermasker berseliweran, cek suhu setiap memasuki suatu gedung sudah menjadi kebiasaan, tempat-tempat umum tidak lagi berdesak-desakan, semua ada batasan. Jasad-jasad renik tak kasat mata itu telah mengubah keseharian hidup kita. 

Kisah Dua Mahasiswi, Alya dan Tasya

Alya dan Tasya adalah dua mahasiswi ketika pandemi Covid-19 dimulai. Tasya sedang menjalani tahun terakhir kuliah sarjananya, sedangkan Alya masih berada di pertengahan kuliah magisternya. Keduanya merasakan bagaimana harus kuliah secara daring. Tasya menjalani sidang skripsi secara daring, bahkan wisuda pun daring. Setelah mendaftarkan dirinya untuk sidang pada awal pandemi, ia terus menanti sidangnya yang ditunda tanpa kepastian. Saat terlaksana, sidangnya sepi dari riuh selebrasi. Ia sedih karena harus menapaki pijakan penting dalam hidupnya seperti ini.

Tapi, pandemi tidak membuat dua mahasiswi ini mati gaya, apalagi putus asa. Mereka mengisi waktu dengan banyak membaca, memulai hal baru, selain memasak bagi Tasya dan memainkan ukulele bagi Alya. Hal-hal yang mungkin tak mereka lakoni, jika keduanya tidak dipaksa untuk lebih sering di rumah. Pandemi dengan segala ketidakpastian membuat keduanya lebih resilien, kreatif, dan inovatif. Tasya dan Alya menolak dikungkung rasa sedih. Mereka liat untuk senantiasa bergerak, menjadi pribadi yang lebih baik lagi. 

Kisah Miko, Tenaga Ahli

“Manis, asam, asin, bercampur aduk rasanya,” ucap Miko ketika menggambarkan satu tahun pandemi Covid-19 yang belum berakhir. Setahun pandemi membuat begitu banyak hal berubah dalam kesehariannya. Rutinitas hidup raib, dari berangkat ke kantor pagi hari, berjuang menghadapi kemacetan di jalan, dan akhirnya pulang ke rumah pada sore atau malam hari. Kini ia lebih sering kerja di rumah, sejak bangun tidur saja langsung sibuk membuka laptop untuk rapat daring bersama rekan-rekan kerjanya. Ongkos transportasi memang terpangkas, tapi jiwa yang biasanya butuh bertemu banyak orang sekarang merasa kehilangan. 

Rasa kehilangan ini membuatnya memikirkan nasib orang lain yang mungkin kehilangan lebih banyak daripadanya karena pandemi. Bagaimana rasanya kehilangan pekerjaan? Bagaimana rasanya kekurangan penghasilan? Perasaan itu tidak dipendamnya begitu saja. Miko bergabung dengan gerakan Jumat Berkah yang diinisiasi sebuah warung Tegal, Warteg Mas Beni. Gerakan Jumat Berkah membagikan makanan pada setiap hari Jumat. Ada dua paket makanan yang dibagikan, yaitu paket nasi Rp 10.000 dan Rp 15.000. Di tengah kesibukan kerjanya, di tengah rasa kehilangan berkumpul bersama teman-temannya, Miko menguatkan dirinya dengan berbagi kepada orang-orang yang membutuhkan, sehingga ia tidak merasa kesepian apalagi sendirian. 

Kisah Tyo, Pengusaha

Sebagai seorang pengusaha yang memiliki Wayank-Apparel, Tyo merasakan pandemi Covid-19 ini sebagai masa berinovasi. Bisnisnya yang berkutat dengan jersey olahraga sepak bola menurun pada masa pandemi. Ia menengok peluang bisnis lain: pembuatan masker dan alat pelindung diri (APD). Semua sudah ia perhitungkan sejak Covid-19 terdeteksi di Wuhan, Cina. Karena adaptasi yang cepat dan inovasi yang menarik, bisnisnya bertahan di tengah pandemi. Bahkan Tyo bisa menambah karyawan baru dan menampung beberapa karyawan konveksi lain yang menganggur. Setahun pandemi memang berat baginya. Tapi ia punya nyali yang tinggi untuk beradaptasi. 

Kisah Rifa, Relawan Promosi Kesehatan

Sebagai seorang relawan promosi kesehatan DKI Jakarta di Kecamatan Koja, Jakarta Utara, Rifa teringat masa setahun ini ketika ia harus berkeliling dari satu tempat ke tempat lain. Dengan menggunakan ambulans dan pengeras suara, ia mengingatkan masyarakat agar menjaga protokol kesehatan, “Bapak, Ibu, jangan lupa untuk menggunakan masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak ya!” suaranya menggema. Pada hari-hari lainnya, ia berbicara di depan murid-murid Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas tentang Covid-19 dan bagaimana mencegahnya. Lagu cuci tangan untuk membuat para murid senang membersihkan tangan mereka, sudah kerap ia nyanyikan di luar kepala. 

Rifa percaya, apa yang ia lakukan akan membawa perubahan, meskipun sedikit demi sedikit. Ia memang sering menghadapi begitu banyak orang yang tidak percaya Covid-19 ada, bahkan berprasangka bahwa pandemi ini hanya konspirasi. Namun, di tengah kepahitan tersebut, Ia senantiasa berusaha untuk memberikan edukasi sebaik mungkin. 

Kisah Vivin, Seorang Ibu

Selama pandemi, Vivin yang sedang hamil harus mendampingi kedua anaknya mengikuti Pembelajaran Jarak Jauh. 36 minggu usia kehamilannya pada awal Maret ini. Pertengahan Maret nanti, ia akan melahirkan. Dari awal kehamilan hingga persalinan kelak, pandemi tak kunjung usai. Ia merasakan perjuangan yang berbeda dari hamil kedua anak sebelumnya. 

Di tengah rasa lelahnya selama masa kehamilan, ia masih harus menemani kedua anaknya sekolah daring. Anak sulungnya kelas 3 SD, sedangkan anak keduanya kelas 1 SD. Mereka sama sekali tidak bisa ditinggal untuk belajar sendiri. Senin sampai Jumat merupakan rutinitas hari-hari yang harus ia jalani. Jika suaminya sedang tidak di kantor dan bekerja di rumah, ia sangat bersyukur ada yang membantu. Setahun pandemi adalah perjuangan besar untuknya. Menjadi ibu adalah sebuah perjuangan, apalagi pada masa pandemi ini. Vivin selalu mengajarkan makna perjuangan itu kepada anak-anaknya, agar tetap bersabar dan bertahan menghadapi ketidakpastian selama pandemi. 

Tetap Berjuang

Berbagai kisah mewarnai Jakarta selama pandemi. Tentu kita semua berharap, pandemi ini tidak perlu ada ulang tahun lagi. Di tengah peradaban baru, terbersit pula harapan baru. Semoga kita mampu bertahan, semoga kita kuat berjuang. Mudah-mudahan kita berhasil melalui semua ini, hingga pandemi sirna dari muka bumi.

Di Rumah Aja

Bagikan :


Penulis

Siti Sarah S.

A content writer for Jakarta Smart City who loves engaging in meaningful works that makes a good impact for society even in a simple and subtle way. She is also a linguistics enthusiast and an avid reader who loves prose and poetry. Say hi to her on Twitter and IG: @sarafizaa or email to sitisarahs.11c@gmail.com

Artikel Terkait

Rapid Testing COVID-19: Bagaimana Cara Kerjanya?

31 Maret 2020

Jakarta Kembali Ke PPKM Level 2, Berikut Aturannya

10 Desember 2021

Cara Pendaftaran Vaksinasi Anak 6–11 Tahun Lewat JAKI

28 Desember 2021

Hal yang Sering Ditanyakan Seputar Pendaftaran Dosis 2

05 Agustus 2021

Menjelajah Dasbor Vaksinasi Milik Jakarta

30 Juli 2021