Prosedur Rapid Testing merupakan salah satu langkah awal
yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam mengatasi
penyebaran pandemi COVID-19. Namun, sepanjang pelaksanaannya, timbul
sejumlah tantangan, seperti penentuan siapa saja yang berhak
mendapatkan prioritas lebih dulu untuk menjalani pemeriksaan cepat
tersebut.
Nah, Smartcitizen, demi mengoptimalkan penggunaan perangkat
tes yang jumlahnya terbatas, Pemprov menjalin sebuah kolaborasi dengan
Harvard CLM Team dan Klakklik.id. Dari kerja sama ini, lahirlah inovasi
terbaru bernama COVID-19 Likelihood Meter (CLM)--sebuah aplikasi cek
mandiri yang didukung dengan teknologi berbasis machine learning.
Kontribusi Harvard CLM Team Atasi Pandemi
Sesuai namanya, Harvard CLM Team terdiri dari sekumpulan
warga negara Indonesia yang menimba ilmu di Harvard University, Amerika
Serikat. Kini, mereka kembali ke Tanah Air dan secara sukarela ikut
berpartisipasi dan berkontribusi dalam upaya mitigasi virus korona di
Indonesia, khususnya di Jakarta.
“Setiap dari kita merasa terbeban gitu dan ingin membantu
negara sendiri buat menangani pandemi ini. Kita juga sadar punya
oportunitas lebih--bisa belajar di Harvard, jadi kita juga ingin
memanfaatkan apa yang kita pelajari untuk membantu negara sendiri,” ucap
Jessica Wijaya yang saat ini sedang menempuh program Master of Science
in Data Science.
“Aku merasa, dari apa yang aku sudah pelajari di Data
Science, untuk bikin prediksi dari machine learning, itu penting banget
dan impact-nya lumayan besar untuk membantu mengatasi pandemi di negara ini,” tambahnya.
Sementara itu, dr. Nanda Lucky Prasetya merupakan Master of
Medical Science (MMSc) dari Harvard Medical School pada 2019. Akhir
Maret lalu, ia memimpin tim Indonesians at Harvard saat bertemu secara
langsung dengan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, untuk memaparkan
konsep pemanfaatan Data Science dalam penentuan prioritas Rapid Test.
Dari pertemuan tersebut, dr. Nanda, yang juga memiliki
minat tinggi pada bidang matematika, mengapresiasi sikap terbuka dan
komitmen dari Pemprov DKI Jakarta dalam menangani pandemi dengan
pendekatan sains.
“Inisiatif-inisiatif yang lebih berarah ke epidemiologi dan
sesuatu yang inovatif mendapat sambutan yang baik di Pemprov DKI. Jadi
saya bisa mengapresiasi upaya mereka dalam penanggulangan COVID-19 ini,
dan punya trust yang bagus kepada Pemprov.” ujarnya.
(Foto: Indonesians at Harvard)
Mengapa Jakarta Butuh CLM?
Selama wabah virus korona ini, mungkin ada beberapa di antara kamu yang pernah mencoba telemedicine dan menggunakan layanan self-assessment,
untuk mencari tahu apakah gejala yang kamu alami mirip dengan COVID-19
dan perlukah kamu mendatangi fasilitas kesehatan. Tapi tahukah kamu
kalau layanan ini belum cukup efisien untuk menjaring siapa saja yang
layak untuk mengikuti Rapid Test?
Oleh karena itu, melalui kolaborasi bersama Jakarta Smart
City, Dinas Kesehatan DKI Jakarta, dan Klakklik.id, Harvard CLM
Team kemudian mengembangkan CLM dengan beberapa keunggulan di dalamnya.
“Pertama, dibandingkan dengan platform telemedicine pada
umumnya, perhitungan perlu tidaknya orang mengikuti tes melalui CLM
punya dasar ilmiah. Beberapa telemedicine hanya melakukan pembobotan
yang basisnya kurang kuat misalkan kalau gejala A dikasih skor 4, gejala
B dikasih skor 2, lalu kalau lewat skor 10 berarti harus tes. CLM tidak
seperti itu, model machine learning ini dibuat dari data real
sebelumnya yang ada di DKI Jakarta sehingga akurasi perhitungannya lebih
saintifik dan presisi,” jelas dr. Nanda.
“Jadi CLM ini, punya basis data atau seperti backup
keilmiahan untuk menghitung apakah pasien ini positif atau
negatif. Kedua, kita bisa prediksi berapa orang yang positif dari [data]
yang kita kirimkan.
“Ketiga, ini adalah uji mandiri yang komprehensif. Jadi ini
tidak hanya mengkategorikan orang sebagai OTG, ODP, PDP, ataupun hanya
memberikan orang saran. Tetapi juga memberikan dia skor dan juga
memberikan dia langsung fasilitas, kira-kira Rapid Test perlu di mana,
karena kita bekerja sama dengan Dinkes.
“Keempat, CLM ini dinamis. Makin banyak data, maka makin
presisi dan akurat. Saya percaya masyarakat DKI dengan jiwa sosialnya
yang baik akan mengisi dengan jujur sehingga CLM ini bisa terus
dikembangkan ketika data-data baru masuk. Sehingga semakin hari model
CLM ini akan bisa menjadi wujud nyata dari masyarakat dan untuk
masyarakat.”
Kejujuran Bantu Percepat Pemulihan
Nantinya, kamu bisa menggunakan aplikasi Kalkulator
COVID-19 berteknologi CLM melalui JAKI. Dr. Nanda menyebutkan bahwa
salah satu kunci keberhasilan program ini akan bergantung pada kejujuran
pengguna saat menjawab pertanyaan. Karena selain untuk meningkatkan
efisiensi pelaksanaan Rapid Test, ia percaya keakuratan data dari CLM
ini nantinya juga akan dapat membantu Dinkes DKI Jakarta dalam melakukan
tracing yang lebih baik.
Hal senada juga diutarakan Jessica. Ia meyakini jika setiap
pengguna bisa menggunakan aplikasinya dengan bijak, maka secara tidak
langsung hal tersebut akan ikut melancarkan proses pemulihan pandemi di
Ibu Kota.
“Buat yang nanti mengisi di CLM ini, saya berharap semuanya
bisa mengisi dengan jujur. Jangan sengaja memperparah gejala hanya
untuk memperbesar peluang mendapat kesempatan tes. Karena dengan
membantu masyarakat lain di sekitar kita, itu sebenarnya akan
menguntungkan diri kita sendiri,” pungkasnya.