LAYANAN DARURAT COVID-19
112
0813 8837 6955

Beranda > Artikel > JSC Talks Vol. 08: Memahami Data Covid-19 di Jakarta

JSC Talks Vol. 08: Memahami Data Covid-19 di Jakarta

Nadhif Seto Sanubari

08 Agustus 2020

Halo, Smartcitizen! Kita kembali lagi minggu ini dengan JSC Talks edisi terbaru. Kalau Smartcitizen rajin mengikuti setiap diskusi JSC Talks, mungkin ingat beberapa episode lalu Mas Hansen Wiguna, Business Analyst dari Jakarta Smart City, sempat membahas proses analisis data yang kemudian ditampilkan di situs corona.jakarta.go.id, terutama data mengenai perkembangan Covid-19 di Jakarta. Kali ini, Mas Hansen kembali menjadi pembicara di JSC Talks untuk memaparkan update terbaru data Covid-19 di corona.jakarta.go.id. Bersama moderator Aryo Iswan dari JSC serta Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit di Dinas Kesehatan DKI Jakarta, dr. Dwi Oktavia, kita akan mendalami seluk-beluk pengumpulan dan pengelolaan data Covid-19 di ibu kota.

Perubahan Data Covid-19 Berdasarkan Terminologi Baru

Pada 13 Juli 2020, Keputusan Menteri Kesehatan menetapkan terminologi-terminologi baru untuk mengklasifikasikan kasus Covid-19. Mas Hansen bersama Tim Analisa Data JSC pun perlu merombak ulang data yang tertera di situs corona.jakarta.go.id, agar lebih sesuai dengan terminologi baru yang digunakan Kementerian Kesehatan RI dan Dinas Kesehatan DKI Jakarta ini. Terminologi yang dipakai sebelumnya mungkin sudah akrab didengar, yakni Orang Dalam Pemantauan (ODP), Pasien Dalam Pengawasan (PDP), serta Orang Tanpa Gejala (OTG). Tapi apa saja terminologi yang baru dan apa artinya?

Suspek

  1. Orang dengan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) DAN pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di negara/wilayah Indonesia yang melaporkan transmisi lokal.
  2. Orang dengan salah satu gejala/tanda ISPA DAN pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat kontak dengan kasus konfirmasi/probable Covid-19.
  3. Orang dengan ISPA berat/pneumonia berat yang membutuhkan perawatan di rumah sakit DAN tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan.

Probable

Kasus suspek dengan ISPA berat/ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome)/ meninggal dengan gambaran klinis yang meyakinkan Covid-19 DAN belum ada hasil pemeriksaan laboratorium RT-PCR.

Pelaku Perjalanan

Seseorang yang melakukan perjalanan dari dalam negeri (domestik) maupun luar negeri pada 14 hari terakhir.

Kontak Erat

  1. Orang yang bertatap muka/berdekatan dengan kasus probable atau kasus terkonfirmasi dalam radius satu meter dalam jangka waktu 15 menit atau lebih.
  2. Orang yang bersentuhan fisik langsung dengan kasus probable atau konfirmasi (seperti bersalaman, berpegangan tangan, dan lain-lain).
  3. Orang yang memberikan perawatan langsung terhadap kasus probable atau konfirmasi tanpa menggunakan APD yang sesuai standar.
  4. Situasi lainnya yang mengindikasikan adanya kontak berdasarkan penilaian risiko lokal yang ditetapkan oleh tim penyelidikan epidemiologi setempat.

Discarded

  1. Seseorang berstatus kasus suspek dengan hasil pemeriksaan RT-PCR dua kali negatif selama dua hari berturut-turut dalam selang waktu > 24 jam.
  2. Seseorang dengan status kontak erat yang telah menyelesaikan masa karantina selama 14 hari.

Mas Hansen menekankan, terminologi lama tidak bisa dikonversi atau di-mapping langsung ke terminologi baru, karena definisi yang cukup berbeda. Misalnya, kategori Suspek tidak bisa disebut sebagai versi baru ODP, begitu pun sebaliknya. Sehingga data yang menggunakan terminologi baru direkam sejak 17 Juli 2020, sedangkan data sebelum tanggal tersebut masih bisa diakses dan tetap menggunakan terminologi lama.

Selain terminologi kasus, kategori status pasien yang ditampilkan di situs pun diperbarui. Sebelumnya pengelompokan status pasien meliputi tiga kategori, yaitu Rawat, Pulang, dan Meninggal. Sekarang status pasien dibagi menjadi Isolasi di RS, Isolasi di Rumah, Meninggal, serta Selesai Isolasi.

Menurut Mas Hansen, Jakarta sudah cukup baik dalam pencegahan dan penanganan Covid-19, sehingga menjadi acuan bagi daerah-daerah lain sejak diluncurkan situs corona.jakarta.go.id. Sama halnya dengan jumlah pengetesan di Jakarta yang sudah empat kali standar WHO. Standar testing Organisasi Kesehatan Dunia ini yang mencapai seribu orang per satu juta penduduk selama sepekan sudah terlewati,  berkat fasilitas 54 laboratorium kesehatan di Jakarta. 

Pemprov DKI Jakarta mengumpulkan data dengan berkolaborasi bersama pihak ketiga, antara lain Google Timeline yang sekarang sudah terintegrasi dengan aplikasi JAKI (Jakarta Kini). Fitur ini dapat membantu pengguna dalam memantau riwayat bepergian selama masa pandemi. Ada juga kerja sama dengan Sulfikar Amir, seorang profesor sosiologi bencana dari School of Social Sciences, Nanyang Technological University, Singapore, yang telah menulis sebuah makalah mengenai micro lockdown sebagai salah satu solusi alternatif Covid-19 di Indonesia.

Dari Data Menjadi Kebijakan

Seperti judul paparan dr. Lies, data bukan sekadar kumpulan angka-angka. Data yang dikumpulkan kemudian dianalisis dalam bentuk grafik dan informasi yang mudah dicerna, sehingga bisa menjadi dasar kebijakan. Setelah didiseminasi, berbagai masukan dapat untuk memperbaiki kebijakan tersebut. 

Dengan menggunakan analisis data epidemiologi, akses kepada proses testing bisa diberikan lebih dini kepada lapisan masyarakat yang rentan terhadap penularan virus. Tracing atau pelacakan pun dilakukan terhadap orang-orang yang berkontak dengan kasus terkonfirmasi, supaya dapat diisolasi secepat mungkin untuk memutus rantai penularan. Tidak hanya dari sisi individu, populasi dalam skala lebih besar pun bisa dipantau dari data. Dengan melakukan mapping atau pemetaan, dapat terlihat jelas daerah-daerah mana saja yang memiliki tingkat penularan yang lebih tinggi, sehingga lebih berisiko bagi warga yang berada di daerah tersebut. Dari hasil ini, dibuatlah kebijakan yang lebih terfokus dan spesifik di wilayah Jakarta tertentu.

Bahkan, sejak sebelum pandemi meluas, pengumpulan dan analisis data sudah mendorong sekian banyak kebijakan serta sosialisasi kewaspadaan untuk masyarakat Jakarta. Pada Januari 2020, misalnya, ketika terdeteksi sebuah penyakit yang berpotensi menular dari Wuhan, data jumlah penerbangan dari Cina ke Bandara Soekarno-Hatta dihitung. Ternyata dalam sebulan ada 29,000 orang yang terbang dari Cina ke Jakarta. Berkat data ini, sosialisasi kepada tenaga kesehatan serta masyarakat bisa dimulai lebih awal.

Dari berbagai contoh yang dipaparkan dr. Lies, terlihat jelas betapa penting peran analisis data dalam mempengaruhi pengambilan kebijakan serta pencegahan penyebaran Covid-19 di masyarakat secara luas. Smartcitizen, semua data Covid-19 yang didiskusikan Mas Hansen dan dr. Lies dalam pembicaraan kali ini bisa diakses dari situs corona.jakarta.go.id yang diperbarui setiap hari. Kamu juga bisa mendapat notifikasi harian mengenai data Covid-19 terbaru langsung ke perangkatmu dengan menggunakan aplikasi JAKI yang bisa diunduh dari App Store dan Google Play Store. Jangan lupa untuk subscribe ke kanal YouTube Jakarta Smart City untuk mengikuti diskusi JSC Talks selanjutnya!

JSC Talks
Data Covid-19

Bagikan :


Penulis

Nadhif Seto Sanubari

Penulis dan penerjemah alumni Universitas Bina Nusantara, dengan pengalaman internasional di University of Bradford, UK dan Deakin University, Australia.

Artikel Terkait

Hal yang Sering Ditanyakan Seputar CLM

01 Agustus 2020

Sepeda: Transportasi Terbaik di Masa Pandemi

15 Juli 2020

Jakarta X Nodeflux: Membangun Kota Cerdas Bervisi AI

13 Mei 2020

JakAPD: Sistem Canggih untuk Penegakan Aturan PSBB

22 September 2020

Tips Aman Rekreasi di Jakarta Saat Pandemi

21 Mei 2021