LAYANAN DARURAT COVID-19
112
0813 8837 6955

Beranda > Artikel > Rapid Testing COVID-19: Bagaimana Cara Kerjanya?

Rapid Testing COVID-19: Bagaimana Cara Kerjanya?

Nadhif Seto Sanubari

31 Maret 2020

Sebagai salah satu cara menindaklanjuti penyebaran COVID-19 yang semakin meningkat, Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta telah mendistribusikan sekitar 164 ribu perangkat medis yang digunakan untuk rapid testing kepada lebih dari 100 fasilitas kesehatan di ibu kota. Menggunakan alat-alat tersebut, lebih dari 10 ribu warga Jakarta sudah dites sejak 24 hingga 27 Maret 2020 lalu. Dari jumlah itu, 121 orang dinyatakan positif COVID-19, sedangkan sisanya negatif. Tapi sebenarnya bagaimana prosedur rapid testing dilaksanakan dan siapa saja yang perlu dites?

Apakah Saya Harus Rapid Testing?

Mari kita identifikasi tiga jenis orang yang memasuki ruang lingkup fasilitas kesehatan dan perlu dites. Jenis yang pertama adalah Kontak Erat Risiko Rendah yang merupakan orang yang berkontak dekat dengan orang lain yang sudah diklasifikasikan sebagai Pasien Dalam Pengawasan (PDP). PDP sendiri adalah orang yang mengalami demam (>38℃), ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas), dan pneumonia, serta memiliki riwayat perjalanan ke negara terjangkit 14 hari sebelum gejala muncul. Jika ada Kontak Erat Risiko Rendah, pasti ada Kontak Erat Risiko Tinggi. Kategori kedua ini mengacu pada orang yang berkontak dekat dengan orang lain yang merupakan pasien suspect atau terkonfirmasi positif COVID-19. Yang terakhir adalah kategori Orang Dalam Pemantauan (ODP) yaitu orang yang mengalami gejala demam (>38℃) atau gangguan pernapasan seperti pilek, batuk, dan radang tenggorokan tanpa pneumonia. Untuk diklasifikasikan sebagai ODP, harus juga ada riwayat perjalanan ke negara terjangkit atau area transmisi lokal di Indonesia dalam 14 hari sebelum gejala muncul. Kalau kamu merasa bahwa kamu memenuhi kriteria salah satu dari tiga kelompok di atas, hubungilah fasilitas kesehatan terdekat.

Bagaimana Cara Kerja Rapid Testing?

Sekarang kita sudah tahu tiga jenis orang yang perlu melakukan rapid testing, tapi bagaimana prosedurnya? Menurut Dinas Kesehatan DKI Jakarta, ada dua cara yang dilakukan rumah sakit dan puskesmas untuk mengidentifikasi pasien yang harus dites, yaitu cara aktif dan pasif. Dengan cara aktif, rumah sakit atau puskesmas akan menghubungi orang-orang yang dianggap masuk dalam salah satu dari tiga kategori di atas. Orang-orang ini diketahui melalui formulir Penyelidikan Epidemiologi (PE). Sebaliknya, dengan cara pasif, pasienlah yang lebih dahulu menghubungi fasilitas kesehatan. Petugas kemudian akan menentukan pengklasifikasian orang tersebut. Bila mereka masuk sebagai Kontak Erat Risiko Rendah, Tinggi, atau ODP, mereka akan dirujuk menuju laboratorium untuk dites.

[Apa yang akan terjadi jika kamu terinfeksi?]

Cara mana pun yang digunakan, orang-orang yang dihubungi atau menghubungi akan dikirim ke laboratorium untuk melaksanakan rapid testing. Sebelum proses dimulai, petugas akan menginfokan pasien soal prosedur pemeriksaan rapid test, komunikasi risiko, serta penjelasan dan persetujuan. Setelah semua informasi sudah dipaparkan, tes dapat dimulai. Rapid test hanya perlu mengambil sampel darah dari pasien yang kemudian akan diperiksa untuk melihat ada atau tidaknya virus korona baru. Jika hasilnya positif, pasien akan dites Polymerase Chain Reaction (PCR) yang dikenal juga sebagai swab test, dengan mengambil sampel lendir dari hidung atau mulut. Hasil tes PCR cukup lama. Jadi selama menunggu, pasien dianjurkan untuk melakukan isolasi mandiri selama 14 hari di rumah sendiri atau di shelter yang disediakan. Bila kondisi pasien memburuk selama isolasi, mereka akan langsung dirujuk ke rumah sakit.

[Kenapa harus #dirumahaja selama 14 hari?]

Jika hasil rapid testing negatif, pasien masih dianggap infeksius atau menular, sehingga tetap perlu melaksanakan isolasi mandiri selama 14 hari. Bila selama isolasi kondisi pasien tidak memburuk dan tidak perlu dibawa ke rumah sakit, mereka akan melakukan rapid testing ulang 7-10 hari setelah tes yang pertama. Kalau tes kedua hasilnya positif, pasien harus melakukan tes PCR dan menunggu hasil. Kalau negatif, pasien dianggap tidak infeksius dan sehat.

Apakah Saya Bisa Mengetes Gejala Sendiri?

Jika kamu merasakan gejala yang terkait atau khawatir tentang COVID-19 dan ingin mencari tahu lebih lanjut, informasi terpercaya bisa didapatkan dari situs COVID-19 milik Pemprov DKI Jakarta di corona.jakarta.go.id. Situs ini berisi berbagai info dan data seputar COVID-19, seperti rumah sakit rujukan terdekat atau statistik jumlah kasus COVID-19 di Jakarta yang diperbarui setiap hari. Situs ini juga menyediakan tes mandiri berisi sejumlah pertanyaan berhubungan kondisi dan gejala yang kamu alami. Hasil tes ini akan menunjukkan anjuran yang sesuai dengan kondisimu, apakah kamu perlu menghubungi fasilitas kesehatan atau hanya perlu menjaga kebersihan tubuh dan lingkungan. Tidak ada salahnya selalu siap siaga!

[Informasi penting seputar COVID-19 di Jakarta ada di sini]

Kasus Covid-19

Bagikan :


Penulis

Nadhif Seto Sanubari

Penulis dan penerjemah alumni Universitas Bina Nusantara, dengan pengalaman internasional di University of Bradford, UK dan Deakin University, Australia.

Artikel Terkait

Ruang Publik di Jakarta yang Mewajibkan Sertifikat Vaksinasi

23 Agustus 2021

Catat! Ini Peraturan PPKM Level 1 di Jakarta

07 Juni 2022

Status Pendaftaran Vaksinasi yang Perlu Kamu Tahu

20 September 2021

Info Terkini Program Vaksinasi di Jakarta

13 Agustus 2021

Tempat Umum di Jakarta yang Beroperasi Selama PPKM Level 3

24 September 2021